- PENDAHULUAN
Adakalanya seseorang melakukan
beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang
penerapannya. Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut
samenloop yang dalam bahasa Belanda juga disebut samenloop van
strafbaar feit atau concursus. Pembarengan merupakan terjemahan dari
samenloop atau concursus. Ada juga yang menerjemahkannya dengan
gabungan. Dalam pembahasan kali ini yang menjadi sorotan adalah
perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan
kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan.
Apa yang disebut samenloop van
strafbare feiten atau Pembarengan tindak-tindak pidana itu, oleh
pembentuk undang-undang telah diatur di dalam Bab ke-VI dari Buku
ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71
KUHP, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat ringannya
hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap seorang
tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang
perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara
bersama-sama. Dalam suatu samenloop itu, hakim harus memperhatikan
kenyataan-kenyataan apakah tertuduh itu hanya melakukan satu tindak
pidana, atau ia telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa perlunya studi kasus berupa suatu gabungan tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang yang secara sadar maupun tidak
sadar serta pembedaan yang sangat mendasar untuk mengetahui sebatas
mana gabungan tindak pidana dapat ditafsirkan menjadi sebuah
pembarengan tunggal ataukah pembarengan beberapa tindakan atau
perbuatan berlanjut.
- PEMBAHASAN
- Pengertian Pembarengan
Dalam Kamus Hukum, Pembarengan juga
disebut samenloop (Belanda) atau disebut juga dengan concursus.
Pembarengan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih
melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia
melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan
beberapa perbuatan, dan itu belum dijatuhi putusan hakim atas diri
orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapa
peraturan pidana itu diadili sekaligus. Di dalam perundang-undangan,
tindak pidana pembarengan diatur dalam pasal 63 sampai 71 kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP). Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan
samenloop dengan gabungan tindak pidana. Maka dalam pengambilan
keputusan kita menjumpai keadaan bahwa ada beberapa orang dan satu
peristiwa pidana, dan dalam keadaan kebersamaan ada beberapa
peristiwa dan seorang. Yang terakhir ini juga terdapat pada revcidive
(pengulangan kejahatan). Perbedaan antara keadaan kebersamaan dan
recidive adalah, bahwa dalam hal recidive terjadi peristiwa pidana
itu dihentikan oleh putusan hakim, tetapi biarpun begitu si terhukum
masih melakukan lagi suatu peristiwa pidana. Maka ketentuan mengenai
keadaan kebersamaan ialah ketentuan mengenai penerapan pidana.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk dapat menyatakan adanya pembarengan adalah:
- Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan;
- Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang dalam hal penyertaan);
- Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili; dan
- Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.
Pada
dasarnya teori pembarengan tindak pidana dimaksudkan untuk menentukan
pidana apa dan berapa ancaman maksimum pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap seseorang yang telah melakukan lebih dari satu tindak
pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu:
1.
Sistem Absorpsi
Apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masing-masing diancam
dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan
satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut
melakukan beberapa delik.
2.
Sistem Kumulasi
Apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana
sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang
diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu
semuanya dijatuhkan.
3.
Sistem Absorpsi Diperberat
Apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing
diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada
hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang
terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah 1/3
(sepertiga).
4.
Sistem Kumulasi Terbatas
Apabila seeorang melakukan beberapa
jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang
masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut
stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masing-masing
delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus
dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat
ditambah 1/3 (sepertiga).
- Tiga Bentuk Pembarengan
Bentuk pembarengan dalam hukum pidana
pada pokoknya ada tiga macam, yaitu;
- Pembarengan tindakan tunggal /Concursus idealis
apabila seseorang melakukan satu
perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa
ketentuan hukum pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu
perbuatan yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal
ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam
concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan
pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP Pasal 63 tentang perbarengan
peraturan disebutkan:
(1).
Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka
yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika
berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.
(2). Jika suatu perbuatan, yang
masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan
pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.
Perbuatan
yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang berguna menurut hukum
pidana, yang karena cara melakukan, atau karena tempatnya, atau
karena orang yang melakukannya, atau karena objek yang ditujunya,
juga merusak kepentingan hukum, yang telah dilindungi oleh
undang-undang lain. Menurut pasal 63 ayat (1) digunakan system
absorbs, yaitu hanya dijatuhi satu pidana pokok yang terberat. Jadi
misalnya terjadi pemerkosaan di jalan umum, maka pelaku dapat diancam
dengan pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285, dan pidana penjara
2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281. Dengan sistem absorbsi, maka
diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun demikian dalam
praktik pemidanaan ada kemungkinan :
• Apabila hakim menghadapi pilihan
antara dua pidana pokok yang sejenis yang maksimumnya sama,
maka menurut VOS dijatuhkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang
paling berat
• Apabila menghadapi pilihan antara
dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana yang
terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana yang terberat didasarkan
urut-urutan jenis pidana seperti dalam pasal 10.
Selanjutnya
dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung adagium lex specialis derogat legi
generali (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang
umum). Yang dimaksud dengan ketentuan pidana khusus adalah jika pada
tindak pidana khusus itu termuat atau tercakup semua unsur-unsur yang
ada pada tindak pidana umum, akan tetapi padanya masih ada unsur
lainnya atau suatu kekhususan. Jadi misalkan ada seorang ibu
melakukan pembunuhan terhadap bayinya, maka dia dapat diancam dengan
Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun. Namun
karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana
ibu yang membunuh anaknya (kinderdoodslaag), maka ibu tersebut
dikenai ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur
dalam pasal 341.
- Pembarengan beberapa tindakan/ Concursus realis
Concursus realis (meerdaadse
samenloop) terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan,
dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak
pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Concursus
realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP. Menurut ketentuan yang termuat
dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana
yang dilakukan. Tindak pidana kejahatan termuat dalam pasal 65 dan 66
KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam pasal 70 dan
70 bis. Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang
diancam dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan
sistem absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam
beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak
sejenis dan sistem pemidanaanya juga menggunakan absorpsi diperberat.
Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang
diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena
perbuatan-perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang
diancamkannya itu sejenis atau tidak. Sedangkan pasal 70 KUHP
mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran atau
apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan
kejahatan dan pelanggaran. Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang
gabungan kejahatan dengan kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan
tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan
pelanggaran. Dalam hal ini maka kejahatannya dijatuhkan hukumannya
sendiri, sedangkan bagi masing-masing pelanggarannya pun dikenakan
hukuman sendiri-sendiri
Sistem pemberian pidana bagi
concursus realis ada beberapa macam, yaitu:
a.
Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok
sejenis,maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa
jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat
ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang
dipertajam. Misal A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing
diancam pidana penjara 4 tahun, 5 tahun, dan 9 tahun, maka yang
berlaku adalah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara. Jika A
melakukan dua kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun
dan 9 tahun, maka berlaku 1 tahun + 9 tahun = 10 tahun penjara. Tidak
dikenakan 9 tahun + (1/3 x 9) tahun, karena 12 tahun melebihi jumlah
maksimum pidana 10 tahun.
b.
Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak
sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan
dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana
terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi
diperlunak. Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing
diancam pidana 9 bulan kurungan dan 2 tahun penjara. Maka maksimum
pidananya adalah 2 tahun + (1/3 x 2 tahun) = 2 tahun 8 bulan. Karena
semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2
tahun penjara 8 bulan kurungan.
c.
Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan system
kumulasi yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah
semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.
d.
Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu
Pasal 302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan
ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379
(penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem
kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.
e.
Untuk concursus realis , baik kejahatan maupun pelanggaran, yang
diadili pada saat yang berlainan, berlaku Pasal 71 yang berbunyi:
“Jika
seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi,
karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan
pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang
akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini
mengenai perkara-perkara diadili pada saat yang sama.” Misalkan A
tanggal 1 Januari melakukan kejahatan pencurian (Pasal 362, pidana
penjara 5 tahun), tanggal 5 Januari melakukan penganiayaan biasa
(Pasal 351, pidana penjara 2 tahun 8 bulan), tanggal 10 Januari
melakukan penadahan (Pasal 480, pidana penjara 4 tahun), dan tanggal
20 Januari melakukan penipuan (Pasal 378, pidana penjara 4 tahun),
maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan kepada A adalah 5 tahun +
(1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan. Andaikata hakim menjatuhkan pidana
6 tahun penjara untuk keempat tindak pidana itu, maka jika kemudian
ternyata A pada tanggal 14 Januari melakukan penggelapan (Pasal 372,
pidana penjara 4 tahun), maka putusan yang kedua kalinya ini untuk
penggelapan itu paling banyak banyak hanya dapat dijatuhi pidana
penjara selama 6 tahun 8 bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahun
(putusan I), yaitu 8 bulan penjara. Dengan demikian Pasal 71 KUHP itu
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Putusan
II = (putusan sekaligus)-(putusan I)
- Perbuatan berlanjut
Perbuatan berlanjut terjadi apabila
seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran),
dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie
van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” adalah:
-
Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.
-
Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya..
-
Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
Sistem
pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem
absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan
bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana
pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus
dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat
(3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan
yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan
ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang ringan), yang dilakukan
sebagai perbuatan berlanjut.
- KESIMPULAN
Perbarengan perbuatan pidana
(concursus atau samenloop) adalah perbuatan seseorang yang melakukan
beberapa perbuatan pidana sekaligus, atau melakukan satu perbuatan
yang diatur dalam beberapa ketentuan pidana. Hal ini terdapat pada
KUHP dalam buku kedua pasal 63-71. Ada tiga bentuk concursus yang
dikenal dalam ilmu hukum pidana, yang biasa juga disebut dengan
ajaran, yaitu:
a.
Concursus idealis (eendaadsche samenloop): apabila seseorang
melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar
beberapa ketentuan hukum pidana. Dalam KUHP disebut dengan
perbarengan peraturan.
b.
Concursus realis (meerdaadsche samenloop): apabila seseorang
melakukan beberapa perbuatan sekaligus.
c.
Perbuatan lanjutan (voortgezette handeling): apabila seseorang
melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan di antara
perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang demikian erat sehingga
rangkaian perbuatan itu harus dianggap sebagai perbuatan lanjutan.
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau
stelsel pemidanaan, yaitu: Sistem Absorpsi, Sistem Kumulasi, Sistem
Absorpsi Diperberat, Sistem Kumulasi Terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Puspa,
Yan Pramadya. 1977. Kamus
Hukum. Semarang;
Aneka Ilmu.
PAF
Lamintang, 1987, Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Sinar Baru,
Utrecht, E., 1958, Rangkaian Sari Kuliah: Hukum Pidana II, Bandung,
PT. Penerbitan Universitas
Moeljatno.
1987, Asas-Asas
Hukum Pidana Indonesia,
Jakarta : Bina Aksara,
R.
Soesilo, 1973, Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnja Lengkap
Pasal Demi Pasal,
Bogor, Politeia,
Kanter,
E.Y. dan S.R. Sianturi. 2002,
Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.
Jakarta: Penerbit Storia Grafika
bagaimana bila dalam setahun diadili 3kasus yg sejenis maksudnya ketiga2nya PIDSUS. dan ketiga2nya diproses sekaligus dlm setahun misalnya mulai diproses bulan juni2010 tapi beda hakim. jadi yg awalnya diproses kasus pidsus 1, kemudian saat kasus 1 mulai berproses persidangan lalu menyusul lg kasus pidsus 2 dan kasus pidsus 3 yg mulai diproses BAP oleh jaksa sampai akhirnya ketiga tiganya diputus oleh hakim dgn masing2 pidana penjara utk setiap kasus...
BalasHapusjadi,, klo menurut apa yg dijelaskan diatas bahwa bila ada kasus satu yg semntara diproses kemudian menyusul lagi kasus kedua dan ketiga maka yg akan diambil adalah salah satu yg hukuman tertinggi.. lalu kembali ke 3kasus pidsus tadi, akhirnya hakim memutus ketiga2nya hingga berproses sampai kasasi utk kasus 1 & 2.. dimana masing2 contohnya untuk kasus 1 misalnya diputus kasasi bulan maret2010 dgn putusan 4thn penjara subsider 6bulan dan untuk kasus 2 misalnya diputus kasasi 21Februari 2012 5thn penjara subsider 4bulan Uang Pengganti 3thn (bila tdk mampu bayar) dan kemudian untuk kasus 3 juga diputus 23Februari2012 tapi hanya sampai putusan Banding (PT) 4thn penjara subsider 2bulan & UP.2thn penjara.. jadi putusan inkrach kasus 2 dan kasus 3 hanya beda 2hari dibulan & tahun yg sama..
dari contoh kasus yg sy contohkan ini,, bgmana bila dihubungkan dgn penjelasan diatas.? putusan untuk kasus mana yg akan dijalani.? apakah ketiga tiganya putusan dari 3 kasus itu dijumlahkan semua menjadi (4thn+6bln) + (5thn+4bln+3thn) + (4thn+2bln+2thn) = 19tahun yg hrs dijalani? atau bgm menurut penjelasan aturan diatas? mohon pencerahannya. trimakasih.