Rabu, 06 Juni 2012

tiga bentuk pembarengan dalam hukum pidana


  1. PENDAHULUAN

Adakalanya seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya. Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut samenloop yang dalam bahasa Belanda juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concursus. Pembarengan merupakan terjemahan dari samenloop atau concursus. Ada juga yang menerjemahkannya dengan gabungan. Dalam pembahasan kali ini yang menjadi sorotan adalah perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan.

Apa yang disebut samenloop van strafbare feiten atau Pembarengan tindak-tindak pidana itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam Bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71 KUHP, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap seorang tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara bersama-sama. Dalam suatu samenloop itu, hakim harus memperhatikan kenyataan-kenyataan apakah tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana, atau ia telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlunya studi kasus berupa suatu gabungan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang secara sadar maupun tidak sadar serta pembedaan yang sangat mendasar untuk mengetahui sebatas mana gabungan tindak pidana dapat ditafsirkan menjadi sebuah pembarengan tunggal ataukah pembarengan beberapa tindakan atau perbuatan berlanjut.




  1. PEMBAHASAN
  1. Pengertian Pembarengan

Dalam Kamus Hukum, Pembarengan juga disebut samenloop (Belanda) atau disebut juga dengan concursus. Pembarengan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan itu belum dijatuhi putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapa peraturan pidana itu diadili sekaligus. Di dalam perundang-undangan, tindak pidana pembarengan diatur dalam pasal 63 sampai 71 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan samenloop dengan gabungan tindak pidana. Maka dalam pengambilan keputusan kita menjumpai keadaan bahwa ada beberapa orang dan satu peristiwa pidana, dan dalam keadaan kebersamaan ada beberapa peristiwa dan seorang. Yang terakhir ini juga terdapat pada revcidive (pengulangan kejahatan). Perbedaan antara keadaan kebersamaan dan recidive adalah, bahwa dalam hal recidive terjadi peristiwa pidana itu dihentikan oleh putusan hakim, tetapi biarpun begitu si terhukum masih melakukan lagi suatu peristiwa pidana. Maka ketentuan mengenai keadaan kebersamaan ialah ketentuan mengenai penerapan pidana.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya pembarengan adalah:
    • Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan;
    • Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang dalam hal penyertaan);
    • Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili; dan
    • Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.
Pada dasarnya teori pembarengan tindak pidana dimaksudkan untuk menentukan pidana apa dan berapa ancaman maksimum pidana yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah melakukan lebih dari satu tindak pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu:
1. Sistem Absorpsi
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.
2. Sistem Kumulasi
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan.
3. Sistem Absorpsi Diperberat
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah 1/3 (sepertiga).
4. Sistem Kumulasi Terbatas
Apabila seeorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masing-masing delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah 1/3 (sepertiga).

  1. Tiga Bentuk Pembarengan

Bentuk pembarengan dalam hukum pidana pada pokoknya ada tiga macam, yaitu;
  1. Pembarengan tindakan tunggal /Concursus idealis
apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan yakni suatu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan:
(1). Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2). Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.
Perbuatan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang berguna menurut hukum pidana, yang karena cara melakukan, atau karena tempatnya, atau karena orang yang melakukannya, atau karena objek yang ditujunya, juga merusak kepentingan hukum, yang telah dilindungi oleh undang-undang lain. Menurut pasal 63 ayat (1) digunakan system absorbs, yaitu hanya dijatuhi satu pidana pokok yang terberat. Jadi misalnya terjadi pemerkosaan di jalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281. Dengan sistem absorbsi, maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun demikian dalam praktik pemidanaan ada kemungkinan :
Apabila hakim menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang sejenis yang maksimumnya sama, maka menurut VOS dijatuhkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang paling berat
Apabila menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana seperti dalam pasal 10.
Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung adagium lex specialis derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang umum). Yang dimaksud dengan ketentuan pidana khusus adalah jika pada tindak pidana khusus itu termuat atau tercakup semua unsur-unsur yang ada pada tindak pidana umum, akan tetapi padanya masih ada unsur lainnya atau suatu kekhususan. Jadi misalkan ada seorang ibu melakukan pembunuhan terhadap bayinya, maka dia dapat diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun. Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya (kinderdoodslaag), maka ibu tersebut dikenai ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur dalam pasal 341.

  1. Pembarengan beberapa tindakan/ Concursus realis

Concursus realis (meerdaadse samenloop) terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP. Menurut ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan. Tindak pidana kejahatan termuat dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam pasal 70 dan 70 bis. Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan sistem absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis dan sistem pemidanaanya juga menggunakan absorpsi diperberat. Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbuatan-perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang diancamkannya itu sejenis atau tidak. Sedangkan pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan kejahatan dan pelanggaran. Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang gabungan kejahatan dengan kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Dalam hal ini maka kejahatannya dijatuhkan hukumannya sendiri, sedangkan bagi masing-masing pelanggarannya pun dikenakan hukuman sendiri-sendiri

Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu:
a. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis,maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimum terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam. Misal A melakukan tiga kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 4 tahun, 5 tahun, dan 9 tahun, maka yang berlaku adalah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara. Jika A melakukan dua kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun dan 9 tahun, maka berlaku 1 tahun + 9 tahun = 10 tahun penjara. Tidak dikenakan 9 tahun + (1/3 x 9) tahun, karena 12 tahun melebihi jumlah maksimum pidana 10 tahun.
b. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak. Misalkan A melakukan dua kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan dan 2 tahun penjara. Maka maksimum pidananya adalah 2 tahun + (1/3 x 2 tahun) = 2 tahun 8 bulan. Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan, maka hakim misalnya memutuskan 2 tahun penjara 8 bulan kurungan.
c. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan system kumulasi yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.
d. Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu Pasal 302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan ringan), 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.
e. Untuk concursus realis , baik kejahatan maupun pelanggaran, yang diadili pada saat yang berlainan, berlaku Pasal 71 yang berbunyi:
Jika seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi, karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai perkara-perkara diadili pada saat yang sama.” Misalkan A tanggal 1 Januari melakukan kejahatan pencurian (Pasal 362, pidana penjara 5 tahun), tanggal 5 Januari melakukan penganiayaan biasa (Pasal 351, pidana penjara 2 tahun 8 bulan), tanggal 10 Januari melakukan penadahan (Pasal 480, pidana penjara 4 tahun), dan tanggal 20 Januari melakukan penipuan (Pasal 378, pidana penjara 4 tahun), maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan kepada A adalah 5 tahun + (1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan. Andaikata hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara untuk keempat tindak pidana itu, maka jika kemudian ternyata A pada tanggal 14 Januari melakukan penggelapan (Pasal 372, pidana penjara 4 tahun), maka putusan yang kedua kalinya ini untuk penggelapan itu paling banyak banyak hanya dapat dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun 8 bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahun (putusan I), yaitu 8 bulan penjara. Dengan demikian Pasal 71 KUHP itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Putusan II = (putusan sekaligus)-(putusan I)

  1. Perbuatan berlanjut

Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah:
- Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.
- Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya..
- Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang, sedangkan Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang ringan), yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.
  1. KESIMPULAN
Perbarengan perbuatan pidana (concursus atau samenloop) adalah perbuatan seseorang yang melakukan beberapa perbuatan pidana sekaligus, atau melakukan satu perbuatan yang diatur dalam beberapa ketentuan pidana. Hal ini terdapat pada KUHP dalam buku kedua pasal 63-71. Ada tiga bentuk concursus yang dikenal dalam ilmu hukum pidana, yang biasa juga disebut dengan ajaran, yaitu:
a. Concursus idealis (eendaadsche samenloop): apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Dalam KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.
b. Concursus realis (meerdaadsche samenloop): apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus.
c. Perbuatan lanjutan (voortgezette handeling): apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap sebagai perbuatan lanjutan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu: Sistem Absorpsi, Sistem Kumulasi, Sistem Absorpsi Diperberat, Sistem Kumulasi Terbatas.







DAFTAR PUSTAKA

Puspa, Yan Pramadya. 1977. Kamus Hukum. Semarang; Aneka Ilmu.
PAF Lamintang, 1987, Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Sinar Baru, Utrecht, E., 1958, Rangkaian Sari Kuliah: Hukum Pidana II, Bandung, PT. Penerbitan Universitas
Moeljatno. 1987, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Bina Aksara,
R. Soesilo, 1973, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnja Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia,
Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Penerbit Storia Grafika



1 komentar:

  1. bagaimana bila dalam setahun diadili 3kasus yg sejenis maksudnya ketiga2nya PIDSUS. dan ketiga2nya diproses sekaligus dlm setahun misalnya mulai diproses bulan juni2010 tapi beda hakim. jadi yg awalnya diproses kasus pidsus 1, kemudian saat kasus 1 mulai berproses persidangan lalu menyusul lg kasus pidsus 2 dan kasus pidsus 3 yg mulai diproses BAP oleh jaksa sampai akhirnya ketiga tiganya diputus oleh hakim dgn masing2 pidana penjara utk setiap kasus...
    jadi,, klo menurut apa yg dijelaskan diatas bahwa bila ada kasus satu yg semntara diproses kemudian menyusul lagi kasus kedua dan ketiga maka yg akan diambil adalah salah satu yg hukuman tertinggi.. lalu kembali ke 3kasus pidsus tadi, akhirnya hakim memutus ketiga2nya hingga berproses sampai kasasi utk kasus 1 & 2.. dimana masing2 contohnya untuk kasus 1 misalnya diputus kasasi bulan maret2010 dgn putusan 4thn penjara subsider 6bulan dan untuk kasus 2 misalnya diputus kasasi 21Februari 2012 5thn penjara subsider 4bulan Uang Pengganti 3thn (bila tdk mampu bayar) dan kemudian untuk kasus 3 juga diputus 23Februari2012 tapi hanya sampai putusan Banding (PT) 4thn penjara subsider 2bulan & UP.2thn penjara.. jadi putusan inkrach kasus 2 dan kasus 3 hanya beda 2hari dibulan & tahun yg sama..
    dari contoh kasus yg sy contohkan ini,, bgmana bila dihubungkan dgn penjelasan diatas.? putusan untuk kasus mana yg akan dijalani.? apakah ketiga tiganya putusan dari 3 kasus itu dijumlahkan semua menjadi (4thn+6bln) + (5thn+4bln+3thn) + (4thn+2bln+2thn) = 19tahun yg hrs dijalani? atau bgm menurut penjelasan aturan diatas? mohon pencerahannya. trimakasih.

    BalasHapus